Friday, July 13, 2012

Zaman ini zamannya modernisasi cuy

Anwar, umur 10th, sedang asik mengotak atik komputernya, papanya sedang sibuk membanting tulang mencari uang-semoga uang halal, mamanya sedang asik mengikuti kegiatan sosial bersama dengan teman-temannya-sedang anak sendiri ditelantarkan, miris. ketika melihat dari jendela kamarnya Anwar terlihat asik dengan komputernya, mari kita berpikir positif bahwa dia sedang mengerjakan tugas membuat karya tulis beratus halaman, walaupun ketika kita zoom yang ada tampak di layar kacanya adalah seorang pria dan wanita sedang main kuda-kudaan tak beralaskan sehelai pakaian, ketika ditanya, dapat darimana? beli bersama temannya di pasar

Bintang, umur 13th, sedang masa puber, pulang dari rumah ketika ibunya sedang menjual nasi dan gorengan di depan rumah, berganti baju dan bergegas untuk pergi lagi, ketika ditanya hendak kemana, dia hanya berujar ingin mengerjakan tugas dengan temannya di rumah teman. sambil tersenyum senang si ibu menghampiri dan memberi bekal dan berujar "yang rajin ya nak". tanpa diketahui ada sesosok pria berumur 30tahunan bermodalkan motor gede dengan tampang paspasan menunggui Bintang dengan sedikit mengorek jerawat.

Tommy, umur 12th, sedang asik dengan ponselnya sambil tertawa-tawa tersenyum, disampingnya ada bapaknya yang sedang mencuci mobil dan motor, ibunya sedang memasak. ketika di zoom, yang tertera di layar kacanya adalah Messenger berbasis Chatting dari seorang perempuan berjenjang lima di atas umurnya yang baru dikenalnya lima hari yang lalu melalui jejaring sosial, di layar hapenya terlihat pesan "I Miss You :* Hope u can be there tomorrow, My Future Husband"

Lia dan Genknya, berumur 15tahun, berjalan berlenggok di koridor sekolah seakan sekolah milik mereka, gaya mereka semua sama, rambut panjang, muka putih leher hitam, rok setengah paha, kaos kaki tinggi sepakbola, sepatu berhak, bb di kalung, ketika tersenyum terlihat pagar di gigi. menuju kantin, memesan makanan-bakwan satu, minuman dingin aneka rasa, duduk di tempat yang sama-strategis terlihat kaka kelas, membicarakan hal yang tidak pantas dibicarakan, tertawa keras centil, seolah sekolah milik mereka. ya bagi mereka sekolah ini milik mereka.

Anwar, Bintang, Tommy, Lia itu mungkin sudah banyak terlihat di kehidupan nyata kita, entah apa yang membuat di umur mereka sekarang mereka seperti itu.

Bahkan mereka tidak mengenal siapa pahlawan yang ada di mata uang indonesia-rupiah nominal 10000, tidak bisa menghapal isi dari dasar negara, tidak lagi menyanyikan lagu "ambilkan bulan" dan bermain karet bahkan petak umpet.

Tidak menyalahkan zaman, tidak, yang salah ada manusia yang tidak bisa memaknai perubahan zaman, melestarikan adat budaya yang ada di Indonesia. Sudah cukup membodohi dan meracuni kaum yang akan menerusi perjuangan kalian.

Bayangkan akan jadi apa mereka di kemudian hari?





Andaikan mereka boleh memilih hidup di zaman apa..
READ MORE - Zaman ini zamannya modernisasi cuy

Friday, July 6, 2012

bawa daku ke masa kecilku

pagi hari ketika kita dibangunkan oleh alarm bunyi ketuk kamar dan suara lembut dari seorang peri yang selalu melindungiku, bangun terkantuk dan berujar, iya 5 menit lagi dan kembali bergelamut dengan bantal dan menarik selimut dan begitu seterusnya
hingga jarum panjang menunjukan angga 11, barulah tersadar dan beranjak dari tempat tidur dengan terburu-buru dan lupa sesuatu yang membuat saya menerima hukuman atas kelalaian saya di sekolah
putih merah - datang ke sekolah berburu dengan gerbang sekolah yang hampir tertutup berlarian dengan yang lainnya, padahal saya tahu walaupun gerbang sudah tertutup pun akan dibukakan lagi untuk saya dan lainnya :)
bersemangat mempelajari sesuatu hal yang baru, memamerkan barang yang baru dibeli di supermarket dekat rumah dengan teman sebelah dengan bangganya mendengar kata wow dari mereka, hahahaha :)
selalu bersemangat, tidak ada ngantuk-ngantuk seperti sekarang, tiap detik memperhatikan papan tulis dan mengikuti, berteriak jika tidak tahu :)
ketika bel berbunyi lekas pergi ke lapangan, berlompat berlari bersemangat, yaaa bersemangat. tidak ada perbedaan antara perempuan dan laki-laki, memanjat pohon ya memanjat, bertengkar ya bertengkar, kasti ya kasti, karet, bekel, bola gebok, main rumah-rumahan dan bermain tradisional :) tidak ada perbedaan diantara kami, tidak ada malu, masih teringat jelas ketika bermain pelorot celana, menaikkan rok diatas pinggang untuk berlompat di karet, hahahaha, ya, tidak ada malu dan selalu bersemangat
ketika sudah lelah kemudian, berhenti sejenak mengambil makanan untuk bekal, memamerkan apa yang dibuat oleh ibu masing-masing, bahkan berbagi jika ada yang tidak membawa atau membawa ala kadarnya, manisnya :)
pulang sekolah, kadang kita bermain-bukan les- di tempat guru, sekali lagi dengan bersemangat, mengikuti pelajaran tambahan dengan sebelumnya mengisi bahan bakar tubuh dulu di rumah teman, hahaha, tidak jadikan guru sebagai guru saja, bahkan lebih, seperti orang tua, kaka, dan ya yang disayangi, membuat kue, tertidur disana, merecoki rumahnya, membangunkan anaknya dan bermain, ah indahnya, tidak ada beban
pulang kerumah, menunggu angkutan umum dengan teman, jika sedang macet, kami memilih jalan dan berlari di pinggir jalan daripada panas-panasan di dalam, lagi-lagi dengan semangat berdendang ria.
sampai rumah, sempat tidur-walau sebentar, sorenya jika tidak mengaji, maka waktunya untuk bermain di depan rumah, entah permainan apa aja itu :) ketika hujan datang, tidak serta merta langsung berdiam dirumah, keluar, rasakan hujan, menyambut banjir dengan suka cita. ketika sudah ada tanda-tanda orang tua pulang, lekas masuk kedalam rumah, dengan cacing yang sudah mati menempel di kaki dan sampah di kantong :)
malamnya, mengerjakan PR di bantu oleh orang tua dan saudara, menonton tv, bercerita tentang hari yang sudah dilalui. jika sedang lapang bahkan sempatnya bermain kecil-kecilan, bernyanyi dan menari di depan rumah, dilihat dari atas pagar ada tukang becak yang sedang melihat sambil lalu, hahahaha
 kemudian
tertidur pulas penuh dengan senyum
selalu bersemangat
bahkan saat tidur
entah bagaimana perasaannya
selalu menanti hari esok

bisakah perasaan itu hadir kembali sekarang?
READ MORE - bawa daku ke masa kecilku

Tuesday, July 3, 2012

artikel untuk bu Ariani :)

Indonesia di Mata Vietnam
Oleh
Venni Winta Pratiwi

bersama Bapak Bambang T
Diberi kesempatan menjadi duta bangsa Indonesia di negara “Ladang Seribu Ranjau” merupakan sebuah penghormatan yang sangat besar untuk saya. Dalam rangka pertukaran budaya yang bertajuk Bilateral Student Leaders’ Adventure Camp (BiSAC), saya dan ditemani oleh 25 mahasiswa pilihan lainnya dari berbagai pelosok daerah berangkat menjadi delegasi Indonesia dengan membawa citra nama Indonesia. Kegiatan ini diberikan tidak percuma oleh ASEAN Youth Friendship Network (AYFN). Kegiatan ini berlangsung selama seminggu (21-27Mei) dengan acara berpusat di Ho Chi Minh City, salah satu kota besar di Vietnam Selatan yang dulu bernama Saigon. Program ini merupakan salah satu upaya people-to-people contact yang merupakan bagian dari soft power diplomacy Indonesia, yang dimana dapat meningkatkan pemahaman, menumbuhkan persahabatan serta saling menghargai antara Indonesia dan Vietnam dalam menuju ASEAN Community 2015.

bersama kita tertawa
          Tidak main-main, di program ini saya beserta tim diberikan kesempatan untuk bisa mengajarkan Bahasa Indonesia pada mahasiswa University of Social Sciences and Humanities (USSH), bahasa yang menjadi pemersatu daerah di Indonesia, bahasa yang harusnya menjadi kebanggaan untuk kita sebagai bangsa Indonesia, dan harusnya kita jaga keberadaannya – bukan disalahgunakan dan dicampur adukkan dengan bahasa aneh lainnya yang sering anak muda anggap lebih keren. Dengan antusiasme yang tinggi, mereka belajar bersama dengan kami. Menurut mereka, bahasa kami adalah bahasa yang mempunyai eksotisme tersendiri, bahasa unik, bahasa yang sulit diejakulasikan, bahasa yang mempunyai daya magis tersendiri yang membuat mereka ingin lebih tahu dan tahu lagi. Tidak tanggung-tanggung akan rasa penasaran mereka, ternyata mereka pun sudah membuat jurusan sastra Indonesia yang peminatnya dari tahun ke tahun terus bertambah. Subhanallah, betapa merasa berharganya kami memiliki bahasa Indonesia yang dihargai seperti ini.

sehabis pertunjukan daerah
semua tawa menjadi satu




Kami juga mengenalkan bagaimana indahnya kebudayaan kami, dan betapa cantiknya negara kami. Kami menjelaskan bagaimana bervariasinya kebudayaan serta persatuan kami, memutar video tentang Indonesia dengan latar musik yang membuat kami terhanyut dalam kekhusyukannya, menampilkan tarian, pakaian, dan musik tradisional di depan khalayak umum yang dari kesemuanya itu menghasilkan luar biasanya decak kagum dari bibir dan mata mereka. Subhanallah, tertunduk malu, seketika tersadar betapa bodohnya saya baru tahu bagaimana indahnya Indonesia, betapa harusnya bangganya kita menjadi negara Indonesia, betapa harusnya kita bisa memanfaatkan, menjaga, dan melestarikan kebudayaan itu semestinya. Bukan malah menyukai kebudayaan asing, meniru kebudayaan mereka dan mengabaikan serta tak acuh terhadap budaya sendiri, ketika orang lain ingin memelihara kebudayaan itu agar kaya, kami baru teriak-teriak tidak jelas tanpa tahu apa sih yang kami ributkan. Miris memang.
berfoto di depan kantor Konjen RI di Vietnam
Kami diberi penghormatan pula untuk dapat bertemu dengan Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Ho Chi Minh City yakni Bapak Bambang Tarsanto beserta lainnya. Kami diundang untuk datang ke tempat kerja beliau, melakukan diskusi terbuka dengan beliau. Kesempatan ini tidak saya sia-siakan, saya tanyakan bagaimana masalah Kesehatan masyarakat disana, sistem pelayanan serta pendidikan kesehatan disana. Disana dapat saya simpulkan, ternyata tidak jauh berbeda dengan Indonesia. Beliau menyatakan bahwa sistem pelayanan mungkin ada beberapa hal yang kita lebih unggul dan sistematis dibandingkan dengan di Vietnam, tapi dari pribadi pribumi disana sudah sangat menjaga sekali kesehatan mereka dilihat dari pola makan serta bagaimana aktivitas disana. Pagi hari melihat mereka makan dengan tidak berlebihan ditemani teh pahit favorit mereka, disela aktivitas mereka selalu membawa air mineral, sore hari melihat banyak orang berdatangan ke taman-taman kota, dan tidak jarang saya melihat mereka berolahraga dengan menggunakan fasilitas yang sudah di disediakan pemerintah disana.

tertawa bersama bagaikan keluarga
          Kami juga pergi ke panti asuhan untuk sekedar berbagi keceriaan bersama anak-anak pintar disana dan memberikan sumbangan ala kadarnya yang semoga dapat menjadi manfaat besar untuk mereka ke depannya. Hampir sama dengan Indonesia, keadaan mereka juga sangat memprihatinkan. Dengan fasilitas seadanya ditemani kepolosan dan kesederhanaan, mereka masih bisa hidup tersenyum bahagia. Disana ternyata mereka sudah diajarkan bahasa Inggris sedari awal, jadi kami tidak perlu repot berbicara dengan mereka, jika mereka tidak mengerti, kami menggunakan bahasa tubuh yang membuat mereka tertawa. Hahaha.. Sekitar empat jam kami bermain bersama mereka seperti menjadi kakak untuk mereka, waktu pun datang dan kami harus berpisah, ditemani dengan perasaan bahagia, haru biru, tangisan yang menyatu.
penjamuan hangat yang sangat luar biasa
         Kegiatan BiSAC ini ditutup dengan undangan makan malam oleh Konsulat Jenderal Republik Indonesia di rumah dinasnya. Kami dijamu sangat istimewa disana, makan bersama, bercanda, bernyanyi serta berjoget bersama dengan para Ibu dan Bapak pejabat disana. Bahkan di negara saya saja tidak pernah dijamu dengan sangat khususnya dengan ibu dan bapak pejabat yang terlihat angkuh disini. Hehe - mungkin suatu saat nanti, amin. Kami juga mendapatkan ucapan terimakasih dari pihak KJRI karena telah melakukan people to people diplomacy khususnya dalam bidang budaya Indonesia.
       Diberi kesempatan saling mengenal lebih jauh dan membangun jaringan diberbagai kegiatan menghasilkan sebuah ikatan keluarga antara kami dan Vietnamese, secara tidak langsung mengikat perasaan kami, saling ketergantungan, dan sulit dipisahkan. Sampai akhirnya waktu yang berbicara, kami harus berpisah, berpulang ke tanah air kami yang kami cintai untuk menjalankan kembali kewajiban-kewajiban yang kami tinggal beberapa saat. Sedih rasanya kala itu, sampai sekarang pun juga. Mungkin kalau anak muda di Indonesia sering galau karena cinta membabi buta yang tak jelas arahnya, kami pun merasakan hal yang sama galau yang tidak bertuan. Rasa rindu yang menggebu ingin bertemu mereka kembali.
READ MORE - artikel untuk bu Ariani :)